HOLLAND WRITING COMPETITION 2015
Penulis : Mustakim
Tema : Water
Nama saya Mustakim. Saya pegawai negeri sipil
yang bertugas di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Daerah tersebut
merupakah wilayah administratif Provinsi DKI Jakarta. Kepulauan Seribu
mempunyai potensi pariwisata dan kelautan yang cukup besar, akan tetapi
sebagian pulau permukiman yang dihuni penduduk memiliki kepadatan yang sangat
tinggi dan terbilang kumuh serta tidak tertata. Pulau terpadat di Kepulauan
Seribu adalah Pulau Kelapa (111 jiwa/ha) dan Pulau Panggang (459,2 jiwa/ha).
Masalah yang terjadi adalah kurangnya ruang terbuka hijau, kondisi sanitasi
yang kurang layak, kurangnya kebutuhan air bersih dikarenakan air tanah sudah
diintrusi oleh air laut sehingga membutuhkan teknologi pengolahan air . Selain
itu karakter warga di sana yang selalu ingin bersama keluarga mengakibatkan
kepadatan penduduk meningkat. Oleh karenanya untuk menambah hunian, warga
mereklamasi laut secara swadaya dengan cara menimbun batu karang yang sudah
mati dan sampah. Kondisi tersebut tentunya akan mengurangi kualitas lingkungan
hidup di pulau tersebut .
Gbr 1 : rumah di pulau Panggang yang dibangun
di atas tumpukan batu karang reklamasi
Gbr 2 : Pulau Panggang terlihat sangat padat
oleh hunian, sumber : maps.google.com
Pada bulan April 2013 saya mendapatlkan
informasi tentang acara Building on Water
conference and Exhibition yang diadakan Erasmus Huis di Kedutaan Besar
Belanda untuk Indonesia. Dari sanalah saya mendapat ide-ide pencerahan mengenai
berbagai permasalahan permukiman di wilayah Kepulauan Seribu.
Hal yang
menarik dipaparkan oleh arsitek Bart van Bueren dari biro Waterarchitect. Dia
menjelaskan bahwa perlunya pengembangan hunian dan kota ke wilayah air secara
terapung dikarenakan meningkatnya permukaan laut dan sungai, penurunan
permukaan lahan serta peningkatan curah
hujan yang mengakibatkan terendamnya kota-kota dan hunian di dunia ini. Kelebihan
hunian di air adalah fleksibilitas untuk berpindah posisi maupun lokasi, oleh
karenanya di Belanda ada houseboat atau rumah dengan bentuk seperti perahu yang
bisa berpindah-pindah. Selain itu banyak rumah yang memakai landasan datar
(tidak berbentuk perahu) yang bisa berotasi mengubah arah posisi rumah dan bila
berpindah tinggal ditarik dengan perahu.
Gbr 3 : Perumahan apung di Ijburg ,
sumber : Bart van Bueren-afdelingen.kivi.nl
Gbr 4 : View Perumahan apung dari
atas sumber: www.flexbase.eu
Ide yang lebih besar dari arsitek Bart
van Bueren adalah dengan membangun kota terapung dengan semua fasilitas
pendukungnya terapung. Selain perumahan tentunya ada sekolah, kantor, dan sebagainya
selain itu yang penting juga adalah infrastruktur pendukung yng terapung
seperti ruang terbuka hijau yang terapung, pusat pertanian yang dibangun
sebagai rumah kaca terapung untuk menyuplai pangan bagi kota tersebut dan
pembangkit listrik tenaga surya yang dibangun terapung.
Gbr 5 : Konsep kota terapung Bart
van Bueren, sumber : afdelingen.kivi.nl
Konsep yang menarik dan inovatif dibuat
oleh biro arsitek waterstudio. Dimana fasilitas pendukung dianalogikan sebagai
aplikasi gawai (city-apps) yang dengan mudahnya kita pasang dan cabut dari
gawai tersebut sesukanya, sesuai kebutuhan. Misalnya dibuat fasilitas pengolah
air terapung yang bangunannya bisa dikaitkan dan dilepas dengan kota terapung
atau kampung/kota. Ketika beroperasi fasilitas itu dikaitkan dengan sistem,
ketika terjadi kerusakan bisa dilepaskan lalu ditarik dengan perahu/kapal ke
tempat bengkel perbaikan.
Gbr 6 : konsep city-apps, sumber : waterstudio.nl
Gbr 7 : ilustrasi fasilitas air bersih terapung
bagi kampung,
Untuk di Belanda sendiri material untuk
landasan dasar umumnya dipakai campuran EPS (Expanded Poly Styrene) dan beton.
Kelebihan teknologi ini kuat, tahan lama, bebas pemeliharaan serta mudah dalam
membuat bentukannya. Karena adanya campuran EPS juga memudahkan untuk
pemasangan utilitas seperti kabel, pipa dan sebagainya. Struktur landasan ini
nanti dikaitkan dengan tiang di sisi perairan atau dikaitkan dengan semacam
jangkar yang ada di dasar perairan.
Gbr 8 : Pembangunan pondasi bangunan
terapung, sumber : www.flexbase.eu
Bagi saya, apa yang saya dapatkan pada acara Building on Water : Conference and
Exhibition sangat bermanfaat untuk menambah ide-ide untuk pembangunan di
Kepulauan Seribu. Namun yang menjadi pemikiran saat ini adalah kesiapan warga
Kepulauan Seribu dengan teknologi dan inovasi yang berbeda dengan kebiasaan
mereka dalam bermukim. Saya sendiri tidak tahu apakah mereka dapat menerima
teknologi dan inovasi yang saya lihat di acara tersebut.
Berdasarkan data literatur yang saya dapatkan,
untuk permukiman wilayah kepulauan di Indonesia, ada dua jenis, yang di
atas air dan di atas tanah pulau (dan mengembangkan wilayah pulau). Permukiman
di atas air tumbuh sebagai hasil kearifan lokal turun temurun terutama terhadap
alam. Contohnya, mereka yang bermukim di atas air pada pantai tenang di Kepulauan
Natuna, memberi dampak kepada kelestarian alam pada pulau terdekat, sehingga
mereka bisa mendapatkan air bersih dan sumber makanan dari tetumbuhan dari
pulau terdekat. Pulau-pulau di Kepulauan Seribu dan Pulau Bungin di Nusa
Tenggara Barat, tipe masyarakatnya memiliki kebiasaan untuk tinggal di atas
tanah dan mengembang wilayah pulaunya dengan mereklamasi pantai
secara swadaya. Oleh karenanya untuk merubah kebiasaan perlu adanya
suatu proses pengenalan yang baik.
Kemudian masalah pembiayaan, dengan kondisi
perekonomian nelayan yang seperti itu apakah mereka sanggup membangun rumah
dengan teknologi yang dikembangkan Belanda, atau apakah ada alternatif konsep
atau inovasi yang dapat lebih terjangkau pembiayaanya bagi para nelayan untuk
pembangunan permukiman terapung. Terakhir adalah masalah kondisi geografis.
Pada bulan November – Maret wilayah Kepulauan Seribu adakalanya dilanda angin
yang sangat kencang dan ombak tinggi. Apabila di wilayah Kepulauan Seribu
dibangun permukiman apung, perlu dicari cara agar permukiman tersebut tidak
rusak karena angin kencang dan terhempas ombak. Saya kira akan sangat menarik
bila Belanda dapat mengembangkan inovasi perkampungan nelayan terapung untuk
wilayah kepulauan di Indonesia disertai pengamatan dampak dan masalah sosial
budayanya.
Referensi :
Building on Water : Conference and Exhibition
(Booklet), April 9, 2013.
Kompas (Surat Kabar), April 12, 2013, hal. 24
Kementerian Pekerjaan Umum, Kiprah (majalah),
Volume 54, Tahun XIV, Januari-Februari, 2013, hal. 75
National Geographic – US Edition, Februari,
2015, hal. 107 - 127
http://waterstudio.nl
http://travel.kompas.com/read/2014/09/17/095100227/pulau.bungin.hidup.sesak.di.pulau.terpadat