Halaman

Senin, 27 April 2015

TEKNOLOGI BANGUNAN APUNG UNTUK MENGATASI MASALAH PULAU PERMUKIMAN



HOLLAND WRITING COMPETITION 2015

Penulis : Mustakim
Tema : Water
Nama saya Mustakim. Saya pegawai negeri sipil yang bertugas di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Daerah tersebut merupakah wilayah administratif Provinsi DKI Jakarta. Kepulauan Seribu mempunyai potensi pariwisata dan kelautan yang cukup besar, akan tetapi sebagian pulau permukiman yang dihuni penduduk memiliki kepadatan yang sangat tinggi dan terbilang kumuh serta tidak tertata. Pulau terpadat di Kepulauan Seribu adalah Pulau Kelapa (111 jiwa/ha) dan Pulau Panggang (459,2 jiwa/ha). Masalah yang terjadi adalah kurangnya ruang terbuka hijau, kondisi sanitasi yang kurang layak, kurangnya kebutuhan air bersih dikarenakan air tanah sudah diintrusi oleh air laut sehingga membutuhkan teknologi pengolahan air . Selain itu karakter warga di sana yang selalu ingin bersama keluarga mengakibatkan kepadatan penduduk meningkat. Oleh karenanya untuk menambah hunian, warga mereklamasi laut secara swadaya dengan cara menimbun batu karang yang sudah mati dan sampah. Kondisi tersebut tentunya akan mengurangi kualitas lingkungan hidup di pulau tersebut .

Gbr 1 : rumah di pulau Panggang yang dibangun di atas tumpukan batu karang reklamasi
 
Gbr 2 : Pulau Panggang terlihat sangat padat oleh hunian, sumber : maps.google.com

Pada bulan April 2013 saya mendapatlkan informasi tentang acara Building on Water conference and Exhibition yang diadakan Erasmus Huis di Kedutaan Besar Belanda untuk Indonesia. Dari sanalah saya mendapat ide-ide pencerahan mengenai berbagai permasalahan permukiman di wilayah Kepulauan Seribu.
 Hal yang menarik dipaparkan oleh arsitek Bart van Bueren dari biro Waterarchitect. Dia menjelaskan bahwa perlunya pengembangan hunian dan kota ke wilayah air secara terapung dikarenakan meningkatnya permukaan laut dan sungai, penurunan permukaan lahan  serta peningkatan curah hujan yang mengakibatkan terendamnya kota-kota dan hunian di dunia ini. Kelebihan hunian di air adalah fleksibilitas untuk berpindah posisi maupun lokasi, oleh karenanya di Belanda ada houseboat atau rumah dengan bentuk seperti perahu yang bisa berpindah-pindah. Selain itu banyak rumah yang memakai landasan datar (tidak berbentuk perahu) yang bisa berotasi mengubah arah posisi rumah dan bila berpindah tinggal ditarik dengan perahu.

Gbr 3 : Perumahan apung di Ijburg , sumber : Bart van Bueren-afdelingen.kivi.nl
Gbr 4 : View Perumahan apung dari atas sumber: www.flexbase.eu

Ide yang lebih besar dari arsitek Bart van Bueren adalah dengan membangun kota terapung dengan semua fasilitas pendukungnya terapung. Selain perumahan tentunya ada sekolah, kantor, dan sebagainya selain itu yang penting juga adalah infrastruktur pendukung yng terapung seperti ruang terbuka hijau yang terapung, pusat pertanian yang dibangun sebagai rumah kaca terapung untuk menyuplai pangan bagi kota tersebut dan pembangkit listrik tenaga surya yang dibangun terapung.
Gbr 5 : Konsep kota terapung Bart van Bueren, sumber : afdelingen.kivi.nl
Konsep yang menarik dan inovatif dibuat oleh biro arsitek waterstudio. Dimana fasilitas pendukung dianalogikan sebagai aplikasi gawai (city-apps) yang dengan mudahnya kita pasang dan cabut dari gawai tersebut sesukanya, sesuai kebutuhan. Misalnya dibuat fasilitas pengolah air terapung yang bangunannya bisa dikaitkan dan dilepas dengan kota terapung atau kampung/kota. Ketika beroperasi fasilitas itu dikaitkan dengan sistem, ketika terjadi kerusakan bisa dilepaskan lalu ditarik dengan perahu/kapal ke tempat bengkel perbaikan.

Gbr 6 : konsep city-apps, sumber : waterstudio.nl
Gbr 7 : ilustrasi fasilitas air bersih terapung bagi kampung,
             sumber : http://www.waterstudio.nl/archive/766

Untuk di Belanda sendiri material untuk landasan dasar umumnya dipakai campuran EPS (Expanded Poly Styrene) dan beton. Kelebihan teknologi ini kuat, tahan lama, bebas pemeliharaan serta mudah dalam membuat bentukannya. Karena adanya campuran EPS juga memudahkan untuk pemasangan utilitas seperti kabel, pipa dan sebagainya. Struktur landasan ini nanti dikaitkan dengan tiang di sisi perairan atau dikaitkan dengan semacam jangkar yang ada di dasar perairan.

Gbr 8 : Pembangunan pondasi bangunan terapung, sumber : www.flexbase.eu

Bagi saya, apa yang saya dapatkan pada acara Building on Water : Conference and Exhibition sangat bermanfaat untuk menambah ide-ide untuk pembangunan di Kepulauan Seribu. Namun yang menjadi pemikiran saat ini adalah kesiapan warga Kepulauan Seribu dengan teknologi dan inovasi yang berbeda dengan kebiasaan mereka dalam bermukim. Saya sendiri tidak tahu apakah mereka dapat menerima teknologi dan inovasi yang saya lihat di acara tersebut.
Berdasarkan data literatur yang saya dapatkan, untuk  permukiman wilayah  kepulauan di Indonesia, ada dua jenis, yang di atas air dan di atas tanah pulau (dan mengembangkan wilayah pulau). Permukiman di atas air tumbuh sebagai hasil kearifan lokal turun temurun terutama terhadap alam. Contohnya, mereka yang bermukim di atas air pada pantai tenang di Kepulauan Natuna, memberi dampak kepada kelestarian alam pada pulau terdekat, sehingga mereka bisa mendapatkan air bersih dan sumber makanan dari tetumbuhan dari pulau terdekat. Pulau-pulau di Kepulauan Seribu dan Pulau Bungin di Nusa Tenggara Barat, tipe masyarakatnya memiliki kebiasaan untuk tinggal di atas tanah dan mengembang wilayah pulaunya dengan mereklamasi  pantai  secara swadaya. Oleh karenanya untuk merubah kebiasaan perlu adanya suatu proses pengenalan yang baik.
Kemudian masalah pembiayaan, dengan kondisi perekonomian nelayan yang seperti itu apakah mereka sanggup membangun rumah dengan teknologi yang dikembangkan Belanda, atau apakah ada alternatif konsep atau inovasi yang dapat lebih terjangkau pembiayaanya bagi para nelayan untuk pembangunan permukiman terapung. Terakhir adalah masalah kondisi geografis. Pada bulan November – Maret wilayah Kepulauan Seribu adakalanya dilanda angin yang sangat kencang dan ombak tinggi. Apabila di wilayah Kepulauan Seribu dibangun permukiman apung, perlu dicari cara agar permukiman tersebut tidak rusak karena angin kencang dan terhempas ombak. Saya kira akan sangat menarik bila Belanda dapat mengembangkan inovasi perkampungan nelayan terapung untuk wilayah kepulauan di Indonesia disertai pengamatan dampak dan masalah sosial budayanya.

Referensi :
Building on Water : Conference and Exhibition (Booklet), April 9, 2013.
Kompas (Surat Kabar), April 12, 2013, hal. 24
Kementerian Pekerjaan Umum, Kiprah (majalah), Volume 54, Tahun XIV, Januari-Februari, 2013, hal. 75
National Geographic – US Edition, Februari, 2015, hal. 107 - 127
http://travel.kompas.com/read/2014/09/17/095100227/pulau.bungin.hidup.sesak.di.pulau.terpadat